Selasa, 16 Desember 2014

TTG



Perkembangan TTG dan Potensi Otomasinya
Indra Maranata Sitorus
Teknik Industri, Teknologi Sepuluh Nopember
indrasitorus931@yahoo.com

I.Introduksi
            Teknologi tepat guna adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara mudah serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi [1]. Pengertian teknologi tepat guna lainnya adalah teknologi yang cocok dengan kebutuhan masyarakat sehingga bisa dimanfaatkan pada saat rentang waktu tertentu. Meskipun pengertian teknologi tepat guna bervariasi namun umumnya teknologi tepat guna adalah suatu teknologi yang dapat diserap masyarakat yang aplikasinya berskala kecil, padat karya, ramah lingkungan, memberi nilai tambah, dan berkelanjutan serta dapat membawa masyarakat meninggalkan sistem produksi tradisional. Tujuan pengadaan teknologi tepat guna ini untuk menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif seminal mungkin serta menekankan teknologi yang berbasis pada manusia penggunanya
            Perkembangan teknologi tepat guna pada mulanya diindikasikan dengan adanya suatu konsep penggunaan teknologi berbasis pedesaan untuk memberi keuntungan banyak orang dan membantu desa-desa di India menjadi mandiri yang dibuat oleh Mahad Magandhi. Pada tahun 1925 Gandi mendirikan the All-India Spinners Association dan setelah beliau pensiun dari dunia politik pada tahun 1935  beliau mendirikan the All-India Village Industries Association [2]. Kemudian Cina menerapkan kebijakan yang mirip dengan teknologi tepat guna di era kepemimpinan Mao Zedong. Hingga  kemunculan ide “berdiri di atas kaki sendiri” (walking on two legs) pada saat revolusi kebudayaan Cina menjadi faktor pendorong industry berskala pedesaan. Tokoh yang berperan penting dalam era  perkembangan teknologi tepat guna selanjutnya adalah  Dr.E.F.Scumacher yang pada mulanya membuat gerakan ideologis yang sering diartikan “intermediate technology” melalui sebuah bukunya berjudul “life is Beautiful”. Konsep ide yang disebut dengan “intermediate technology” pertama kali diartikulasikannya ke Komisi Perencanaan India (Indian Planning Commision) dengan alasan India memiliki tenaga kerja berlimpah namun tidak punya modal. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut seruan teknologi-antara untuk industri (intermediate industrial technology) menjadi solusi untuk memanfaatkan surplus tenaga kerja India tersebut. Sebelummya Schumacher telah mengembangkan teknologi-antara sebelum di laporkan pada Komite tersebut. Pada tahun1955 Schumacher mempublikasikan artikel ilmiah “Economic in a Buddhist Country” yang menjadi senjatanya dalam mengkritik pengaruh ekonomi barat pada negara-negara berkembang. Serta ide-ide Mahad Magandi mendapat penghargaan dari Schumacher karena konsepnya yang membuat desa India mandiri dengan pengembangan teknologi lokal.Schumacher mendirikan Intermediate Technology Development Group (ITDG) pada tahun 1966 [3]. Pendekatannya mendapat perhatian pada tahun 1960-an sebagai gerakan sosial selama krisis energy yang terjadi pada tahun 1970-an dan sebagai gerakan lingkungan hidup. Organisasi ITDG memperlihatkan dan mengadvokasikan pembangunan berkelanjutan melalui pemanfaatan teknologi  untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang dan hingga saat ini oraganisasi ini masih aktif beroperasi.Perkembangan teknologi tepat guna selanjutnya berkembang ketika terjadinya krisis energi pada tahun 1970-an dan penerapannya mulai diadopsi negara maju dan berkembang. Istilah teknologi tepat guna diguakan di dua area yaitu; (1) penggunaan teknologi yang paling efektif untuk memenuhi keperluan negara-negara berkembang; dan (20) penggunaan teknologi yang dari segi sosial dan lingkungan dapat diterima di negara-negara industri [4].  
Perkembangan teknologi masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an guna percepatan pembangunan. Penggalakan teknologi tepat guna dilakukan melalui Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD). Pada tahun 130/2003 program terkait teknologi tepat guna masuk melalui Kepmendagri 130/2003 dengan melalui program Fasilitas Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna (TTG) yang bernaung di Ditjen PMD Kemendagri. Meskipun demikian perkembangan teknologi tepat guna telah dirasakan masyarakat Indonesia seperti halnya pada tahun 1990-an . Permasalahan alat pemanenan hutan pada saat itu menawarkan teknologi modern, namun permasalahan yang timbul adalah biaya operasi dan perawatan tinggi, partisipasi masyarakat lokal hampir tidak ada, dan kerusakan terhadap lingkungan tinggi. Sehingga pemerintah melalui Departemen Kehutanan memberikan kebijakan partisipasi masyarakat dalam panen hasil hutan harus seimbang dengan teknologi yang digunakan, dan kebijakan itu mengarah ke penggunaan teknologi tepat guna (appropriate technology). Pengunaan teknologi tepat guna tersebut yaitu Kabel layang Koller 300, dan gergaji mesin yang digunakan PT Surya Hutani di Kalimantan Timur .  Perkembangan selanjutnya adalah pengadaan litbang pada tahun 1989, LIPI sebagai Puslitbang Fisika Terapan-lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mendirikan Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna B2PTTG yang berkedudukan di Subang ,Jawa Barat. Keberadan B2PTTG ini didukung oleh United Nations Development Program (UNPD) dan Pemerintahan Kabupaten Subang. Kemudian sejak 1998 BPTTG berubah status menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT)BPTTG , dan perkembangan selanjutnya organisasi tersebut berubah nama menjadi UPT Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Sekarang organisasi ini meningkatkan eselonisasinya dan berubah nama jadi Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Sampai tahun 2013 telah dihasilkan Alat Tepat Guna + 100 yang terdokumentasi beberapa jenis .
Salah satu teknologi yang dihasilkan BPTTG yang menolong para UKM makanan keripik singkong adalah mesin slicer Singkong.  Pembuatan mesin slicer singkong ini didasarkan pada potensi singkong yang menjadi bahan pangan ketiga dengan produksi ­+ 300 juta ton  setelah padi dan jagung. Selain itu singkong menjadi pilihan UKM makanan karena pembuatannya mudah dan murah, variasi produk makanan banyak, tahan lamaa,  dan laku dikalangan masyarakat. Pembuatan mesin perajang singkong bertujuan untuk meningkatkan produktivitas UKM keripik singkong yang selama ini pada proses pengirisan singkong dilakukan manual. Perkembangan pembuatnnya mesin perajang singkong pertama yang dibuat adalah mesin perajang yang masih manual (MPS-1) dengan prinsip memutar tuas handle untuk memutar piringan tempat melekatnya pisau. MPS-1 hanya membantu dalam hal peningkatan produktivitas tetapi masih membutuhkan tenaga ekstra dalam hal pengerjaanya. Kemudian inovasi produk dari MPS-1 menjadi mesin perajang singkong menggunakan penggerak motor listrik 0,5 Hp dengan prinsip kerja gerakan putar piringan (sentrifugal) dan gerakan maju [5]. Komponen-komponen mesin perajang singkong adalah motor listrik pengubah energy listrik menjadi energy gerak yang berfungsi untuk menggerakkan pisau potong, piringan dan pisau pengiris yang berguna sebagai pemotong dan pisau ini diletakkan dipiringan yang akan diputar oleh motor listrik, sabuk yang berfungsi untuk untuk menghindari penggunaan transmisi langsung dengan roda gigi untuk memutar piringan, body mesin yang terdiri dariplat besi bagian yang bersentuhan langsung dengan bahan baku dan plat stainless steel bagian corong pemasukan dan penampungan hasil rajangan, dan rangka mesin yang dibuat untuk memperkuat struktur mesin secara keseluruhan. Teknologi mesin perajang singkong adalah alat yang tepat guna bagi UKM makanan keripik singkong untuk meningkatkan produktivitas, serta mengurangi resiko kerja pada waktu proses pemotongan. Peluang inovasi teknologi otomasi untuk membantu peningkatan kinerja mesin dan membantu manusia yang bekerja dalam mengoperasikannya dapat dikaji untuk diterapkan pada mesin ini.

II. Mesin Perajang Singkong (Slicer)
Teknologi tepat guna berada ditingkat tengah antara teknologi modern, dan tradisonal. Teknologi canggih cenderung bersifat mahal, rumit, dan tidak cocok diadopsi untuk UKM, sedangkan teknologi sederhana bersifat murah, mudah dan cocok diadopsi untuk UKM. Keuntungan teknologi tepat guna yaitu biaya operasi murah, perawatan gampang, dampak lingkungan minimal, tingkat penguasaan rendah, berfokus pada kelas ekonomi menengah dan bawah, dan cocok untuk negara berkembang.  Teknologi tepat guna digunakan unutk memecahkan permasalahan lokal dan meratakan jalan hidup berkesinambungan, oleh karena itu prosesnya berjalan dari bawah ke atas (botton up) untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rakyat akar rumput, bukan proses dari atas ke bawah (top botton). Teori teknologi tepat guna berasal dari kesadaran masyarakat lokal dengan biaya dan sumber daya terbatas maka dibutuhkan skill pengembangan alat untuk mengefisiensikan kerja serta meningkatkan produktivitas. Teknologi tepat guna itu sendiri harus dapat menjawab tantangan berkelanjutan dan diterima serta digunakan oleh masyarakat lokal. Kesinambungan mengandung arti peralatan atau mesin yang digunakan haruslah tersedia secara lokal atau dapat dibuat lokal.
            Mesin slicer singkong merupakan mesin yang berfungsi sebagai pemotong singkong dalam jumlah banyak dan kontinyu. Mesin ini menghasilkan potongan singkong berbentuk bagus, tipis dan seragam, sehingga lebih mudah untuk membuat kreasi produk. Penggunaan mesin ini di UKM menggantikan proses pemotongan manual menjadi berbasis mesin. Cara mengoperasikan mesin perajang singkong ini adalah:
1.      Pastikan listrik terhubung dengan baik
2.      Colokkan listrik pada sambungan yang tersedia kemudian menekan tombol on pada mesin
3.      Masukkan bahan baku yang akan dirajang dari corong atas dilanjutkan dengan memasukkan alat penekan bahan baku dan tekan untuk mendapatkan hasil yang baik
4.      Hasil perajangan dapat diambil dari corong bawah yang sudah dibuat berupa wadah penampungan
Prinsip kerja yang digunakan pada mesin perajang singkong adalah elektomekanik yang mengkonversi energy listrik menjadi energy gerak dengan menggunakan motor listrik. Proses kerja motor listrik , arus listrik dalam medan magnet akan memberikan gaya, jika kawat yang membawa arus dibengkokkan menjadi sebuah lingkaran/loop, maka kedua sisi loop, yaitu pada sudut kanan medan magnet, akan mendapat gaya pada arah yang berlawanan. Pasangan gaya menghasilkan tenaga putar/torque untuk memutar kumparan. Piringan yang terdapat pada mesin berbentuk persegi panjang dan didesain tempat pisau yang ditempelkan dengan baut pengencang. Cara kerja komponen ini ketika singkong dimasukkan melalui corong atas dan ditekan hingga menyentuh permukaan pisau berputar oleh piringan yang diputar mesin, sehingga ketika singkong menyentuh permukaan maka pisau akan mengiris singkong. Penggunaan sabuk pada mesin slicer memberi keuntungan beban cukup besar dapat ditahan, putaran cukup tinggi, dan lebih murah biaya manufakturnya. Sedangkan prinsip penggunaan stainless steel pada corong atas dan bawah agar menghindari karat, dan singkong lebih mudah dimasukkan dan keluar dari mesin. Desain untuk kapasitas dari produksi mesin perajang  beragam. Pada proses pengoperasian untuk proses pemotongan singkong maka diperlukan paling sedikit dua orang yang bertugas. Pertama untuk memasukkan dan menekan singkong dari corong atas dan kedua membersihkan corong bawah ketika sebagian hasil potongan tidak jatuh ke wadah penampungan.
            Keberadaan teknologi mesin slicer singkong didesain dengan pertimbangan khusus aspek-aspek lingkungan, budaya, dan sosial-ekonomi masyarakat yang menggunakannya menunjukkan teknologi ini adalah teknologi tepat guna. Selain itu penggunaan sumber daya yang berkurang dalam pengerjaan pemotongan singkong yang biasanya dilakukan beberapa orang, waktu pemotongan lama, serta resiko kerja yang tinggi jika ingin membuat keripik banyak. Hal lainnya mesin ini ramah lingkungan, fleksibel dapat dipindahkan , daya serap masyarakat akan penguasaan teknologi tidak perlu tinggi seperti pengusaan teknologi modern,  membantu masyarakat UKM keripik singkong untuk meningkatkan produktifitas, menekan harga produksi dan meningkatkan daya saing.\


III. Potensi Otomasi Mesin Slicer Singkong

            Otomasi adalah optimisasi produksi dan pengiriman barang dan jasa dengan mengintegrasikan mesin, sistem control, dan teknologi informasi [6]. Otomasi merupakan penerapan sistem mekanik, elektronika dan sistem berbasis komputer dengan tujuan pengendalian dan pengoperasian suatu sistem. Otomasi dalam sistem produksi dapat dikategorikan menjadi sistem manufaktur terotomasi pada lantai produksi dan sistem penunjang manufaktur berbasis komputer. Otomasi dalam sistem produksi berupa pemrosesan, perakitan, dan inspeksi, fasilitas yang diotomasikan adalah pabrik dan peralatan. Otomasi sistem produksi terbagi atas otomasi tetap dengan karakteristik investasi awal tinggi, laju produksi tinggi, dan relative kurang fleksibel, otomasi terprogram dengan karakteristik investasi tinggi, fleksibel terhadap variasi dan konfigurasi produk, cocok untuk batch produksi, dan otomasi fleksibel dengan karakteristik investasi tinggi, produksi berkesinambungan, laju produksi menengah dan fleksibel terhadap rancangan variasi produk. Sedangkan sistem penunjang manufaktur berbasis komputer yang diotomasikan adalah dalam perancangan, perencanaan, dan pengendalian manufaktur serta fungsi-fungsi usaha.



            Level produksi otomasi jika dilihat dari segi manusia dan sistem yang bekerja maka dapat dikelompokkan menjadi 5 sebagai berikut:

                                                  Table 1 Level of Automation
                                                           
            Alasan-alasan penerapan otomasi untuk menilai peranan otomasi penting dalam suatu manufaktur adalah sebagai berikut:

1.      Untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja hal ini dikarenakan besarnya output perjam yang dihasilkan dengan tenaga kerja yang sedikit.
2.      Untuk mengurangi biaya tenaga kerja dikarenakan dengan adanya otomasi maka jumlah tenaga kerja berkurang sehingga biaya persatuan dapat dikurangi.
3.      Untuk meringankan pengaruh kelangkaan tenaga kerja, hal ini terkhusus untuk negara maju dimana terdapat perlaihan tenaga kerja operasional menjadi tenaga kerja jasa (service). Sehinga sulit mencari tenaga kerja, sedangkan untuk negara berkembang dan miskin yang terjadi adalah pengangguran yang banyak.
4.      Untuk mengurangi tugas-tugas manual dan kasar seperti halnya pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang, membosankan, dan kondisi kerja yang menjenuhkan.
5.      Untuk memperbaiki keselamatan kerja dengan cara pekerja yang aktif bekerja dengan mesin menjadi mesin yang aktif penuh dan manusia hanya mengawasi prose yang terjadi.
6.      Untuk memperbaiki kualitas produk dengan adanya otomasi, maka keseragaman produk, dan pendeteksian produk defect diawal, dan keakuratan hasil dengan rancangan dapat direalisasikan dengan tepat.
7.      Pengurangan waktutunggu (lead-time), pesanan pelanggan dan penyerahan produk dan kelebihan kompetitif untuk produsen untuk order di masa dating dapat diprediksikan.
8.      Untuk melaksanakan proses-proses yang tidak dapat dilakukan secara manual seperti halnya pencampuran zat-zat kimia dengan pengukuran yang pasti dan jelas.
9.      Untuk menghindari biaya tinggi karena tiak terotomasi, hal ini dikarenakan banyaknya variabel cost yang sifatnya tidak dapat diprediksi dimasa yang akan datang jika tidak adanya ototmasi .
[7]


            Otomasi dalam manufaktur tidak harus semuanya, tetapi dapat dilakukan secara bertahap dari mulai peralatan sampai lanrai produksi dan sistem penunjang manufakturnnya. Jika dilihat dari sifat-sifat otomasi maka dalam UKM keripik singkong penerapan otomasi tidak diperlukan. Hal itu dikarenakan organisasi manufakturnya tidak tergambar dengan jelas, pelasana hanya rumah tangga, dan industrinya beskala kedaerahan yang menunjukkan bahwa volume produktivitasnya rendah. Kemudian pelaksanaan otomasi yang memerlukan investasi tinggi tidak mendukung dengan keadaan UKM-nya. Pelaksaan UKM berjalan yang paling penting adalah proses produksi kontinu, laku dipasaran dengan harga yang kompetitif dibandingkan pesaing. Sehingga pelaksanaan otomasi dalam sistem penunjang proses produksi (manufaktur) tidak cocok dan hamper tidak memiliki peluang untuk diotomasikan. Tetapi ada peluang otomasi untuk sistem otomasi manufaktur pada lantai produksi. Hal itu dikarenakan sistem otomasi manufaktur pada lantai produksi berfokus pada fasilitas dan peralatan. Peralatan mesin perajang singkong memiliki peluang otomasi dalam peralatannya yang akan membantu UKM untuk mendapatkan hasil yang lebih produktif .      Dalam level otomasi sebenarnya penerapan teknologi tepat guna mesin perajang singkong merupakan level satu dimana manusia yang bekerja dan mesin hanya sebagai pembantu kerja manusia. Dalam hal ini manusia menjadi pusat pelaksanaan dari mulai menghidupkan mesin, memasukkan bahan baku, dan proses pengeluaran yang diambil dan dipindahkan serta melakukan inspeksi terhadap kesalahan pemotongan mesin. Mesin bekerja dalam pemotongan singkong saja dan pekerjaan selanjutnya akan dikerjakan manusia. Sehingga jika dianalisa dari sistem kerja mesin perajang singkong ini dimana proses yang berulang-ulang dilakukan adalah memasukkan singkong yang akan di potong ke corong atas satu-persatu lalu menekannya, membersihkan corong bawah tempat pengeluaran pada saat proses berlangsung dikarenakan hasil lengket pada stainless steel dan proses pencucian yang dilakukan setelah pemotongan. Ketiga hal tersebut adalah proses yang berlangsung berulang-ulang dan dapat didapatkan suatu pola pengotomasian yang dapat dibuat untuk inovasi mesin perajang singkong tersebut.  Proses pengotomasian ini dapat dilaksanakan karena prinsip understand  terhadap proses yang terjadi berulang-ulang dengan keadaan yag sama untuk proses produksi, simplify penyederhanaan proses yang ada untuk meningkatkan produktivitas, dan automate  proses yang terjadi.
            Otomasi yang dapat dilakukan pada proses pemasukan bertujuan untuk mengurangi kerja yang kurang ergonomis karena harus memasukkan satu-persatu dan menekan singkong ke dalam corong atas. Perbaikan otomasi tersebut dapat berupa membuat corong atas lebih besar dan adanya tutup yang dilengkapi sensor yang mendeteksi jika corong berisi maka aktuator akan bergerak menekan isi dalam corong ke bawah menuju lubang pemotongan oleh pisau berputar. Sedangkan otomasi untuk pembersihan corong bawah dengan menyisipkan alat penyiram dengan air yang bekerja dengan rentan waktu tertentu, hal ini disesuaikan dengan mesin harus hidup. Otomasi pada corong bawah dapat dilanjutkan dengan adanya konveyor yang membawa hasil pemotongan dari corong bawah dan dilanjutkan ke mesin pembersih otomatis. Integrasi antara kecepatan masukan perlu dilakukan dengan hasil dan keadaan pembersih otomatis. Ketika mesin pembersih penuh maka sensor akan mengidentifikasi perubahan, proses pengolahan dan memerintahkan aktuator untuk mengisi air dan tabung berputar untuk membersihkan, hasil pembersihan akan tertuang otomatis ke dalam wadah penampungan. Perancangan otomasi kedua yaitu untuk mengurangi biaya dengan menyatukan proses hasil pemotongan yang langsung jatuh ke tempat penyucian otomatis kemudian dicuci otomatis dan tertuang ke wadah penampungan. Sehingga hasil yang diperoleh adalah singkong yang sudah terpotong dan bersih siap untuk proses berikutnya (penggorengan). Peluang otomasi tersebut jika diterapkan maka akan lebih memudahkan pekerjaan UKM singkong dalam pengolahan pembuatan keripik. Otomasi yang dilakukan juga nantinya tidak mengubah mesin perajang singkong menjadi teknologi canggih, tetapi akan tetap menjadi teknologi tepat guna karena masih memenuhi kriteria ramah lingkungan, murah, meningkatkan produktifitas, ramah lingkungan, dan tidak perlu skill teknologi yang tinggi untuk menguasainya, cukup dengan pelatihan berupa prosedur pelaksanaan yang benar.

IV. Kesimpulan
            Konsep teknologi tepat guna pertama dilakukan oleh Mahad Magandi yang memanfaatkan teknologi lokal unutk memandirikan kehidupan desa. Kemudian Scumacher membuat gerakan ide “intermediate technology” sehingga dia terkenal sebagai pengagas tekmologi tepat guna. Teknologi tepat guna merupakan teknologi yang menjembatani antara teknologi modern dengan sistem tradisional yang mudah diserap masyarakat sekitar. Di Indonesia teknologi tepat guna dikembangkan di Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna dan telah menghasilkan banyak ATG. Salah satunya adalah mesin perajang singkong (slicer) yang membantu para UKM singkong untuk memotong singkong lebih cepat dan seragam. Prinsip kerjanya adalah dengan memanfaatkan elektromekanik yang menggunakan motor listrik untuk mengubah energy listrik menjadi energy mekanik . Pemanfaatan teknologi otomasi dapat diadopsi oleh mesin pemotong singkong ini dalam hal penyempuranaan peralatan dan juga mengurangi kerja memasukkan singkong kemudian menekan di corong atas, membersihkan corong bawah serta membersihkan yang dilakukan secara berulang. Otomasi yang dilakukan akan meningkatkan produktifitas dan mengurangi resiko kerja.
























Referensi


[1] Keputusan Menteri Dalam Negeri : Otonomi Daerah No. 4 Tahun 2001. Pasal 1. Tentang Penerapan
      TTG
 [2] ‘Teknologi Tepat Guna’, Latar belakang dan defenisi, wiki article, august 6 2014, accessed 5 october
[3] Andriana, Y 2013,’ Sejarah dan defenisi teknologi tepat guna’, Teknologi tepat guna Indonesia ,
        weblog, accessed  6 october 2014,<http://teknologitepatgunaindonesia.blogspot.com/>
[4] Mahlinda,’Pengembangan teknologi tepat guna untuk pemberdayaan usaha mikro kecil dan  
      menengah (UMKM)’,Empowerment, accessed 6 october 2014
      < http://bappeda.acehprov.go.id/v2/file/journal/Isi%20jurnal_%20Mahlinda.pdf>
[5] Adenrudal, 2013,’Tugas akhir TM (Mesin perajang singkong’ , wordpress, accessed 6 october 2014,
       <http://adenrudal10.wordpress.com/2013/01/23/tugas-akhir-tm-mesin-perajang-singkong/>
[6]’Teknik Otomasi’, Teknik otomasi, wiki article, august 7 2013, accessed 5 october 2014
      < http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik_otomasi>
 [7] Groover,MP, 2001, Automation,Production Systems, and  Computer-Integrated Manufacturing, edisi
       2, Precintice Hall Inc, Upper Saddle River, Terjemahan I.K.Gunarta & B.Arthaya, 2005, Jilid 1, Guna
       Widya, Surabaya