Perkembangan
TTG dan Potensi Otomasinya
Indra Maranata Sitorus
Teknik Industri, Teknologi
Sepuluh Nopember
indrasitorus931@yahoo.com
I.Introduksi
Teknologi tepat guna adalah
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat,
tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara mudah
serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi [1]. Pengertian teknologi
tepat guna lainnya adalah teknologi yang cocok dengan kebutuhan masyarakat
sehingga bisa dimanfaatkan pada saat rentang waktu tertentu. Meskipun
pengertian teknologi tepat guna bervariasi namun umumnya teknologi tepat guna
adalah suatu teknologi yang dapat diserap masyarakat yang aplikasinya berskala
kecil, padat karya, ramah lingkungan, memberi nilai tambah, dan berkelanjutan
serta dapat membawa masyarakat meninggalkan sistem produksi tradisional. Tujuan
pengadaan teknologi tepat guna ini untuk menerapkan metode yang hemat sumber
daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif seminal mungkin serta menekankan
teknologi yang berbasis pada manusia penggunanya
Perkembangan teknologi tepat guna
pada mulanya diindikasikan dengan adanya suatu konsep penggunaan teknologi
berbasis pedesaan untuk memberi keuntungan banyak orang dan membantu desa-desa
di India menjadi mandiri yang dibuat oleh Mahad Magandhi. Pada tahun 1925 Gandi
mendirikan the All-India Spinners
Association dan setelah beliau pensiun dari dunia politik pada tahun
1935 beliau mendirikan the All-India Village Industries
Association [2]. Kemudian Cina menerapkan kebijakan yang mirip dengan teknologi
tepat guna di era kepemimpinan Mao Zedong. Hingga kemunculan ide “berdiri di atas kaki sendiri”
(walking on two legs) pada saat
revolusi kebudayaan Cina menjadi faktor pendorong industry berskala pedesaan. Tokoh
yang berperan penting dalam era
perkembangan teknologi tepat guna selanjutnya adalah Dr.E.F.Scumacher yang pada mulanya membuat
gerakan ideologis yang sering diartikan “intermediate
technology” melalui sebuah bukunya berjudul “life is Beautiful”. Konsep ide
yang disebut dengan “intermediate
technology” pertama kali diartikulasikannya ke Komisi Perencanaan India (Indian Planning Commision) dengan alasan
India memiliki tenaga kerja berlimpah namun tidak punya modal. Sehingga untuk
mengatasi hal tersebut seruan teknologi-antara untuk industri (intermediate
industrial technology) menjadi solusi untuk memanfaatkan surplus tenaga kerja
India tersebut. Sebelummya Schumacher telah mengembangkan teknologi-antara
sebelum di laporkan pada Komite tersebut. Pada tahun1955 Schumacher
mempublikasikan artikel ilmiah “Economic in a Buddhist Country” yang menjadi
senjatanya dalam mengkritik pengaruh ekonomi barat pada negara-negara
berkembang. Serta ide-ide Mahad Magandi mendapat penghargaan dari Schumacher
karena konsepnya yang membuat desa India mandiri dengan pengembangan teknologi
lokal.Schumacher mendirikan Intermediate Technology Development Group (ITDG)
pada tahun 1966 [3]. Pendekatannya mendapat perhatian pada tahun 1960-an sebagai
gerakan sosial selama krisis energy yang terjadi pada tahun 1970-an dan sebagai
gerakan lingkungan hidup. Organisasi ITDG memperlihatkan dan mengadvokasikan
pembangunan berkelanjutan melalui pemanfaatan teknologi untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara
berkembang dan hingga saat ini oraganisasi ini masih aktif beroperasi.Perkembangan teknologi tepat guna
selanjutnya berkembang ketika terjadinya krisis energi pada tahun 1970-an dan
penerapannya mulai diadopsi negara maju dan berkembang. Istilah teknologi tepat
guna diguakan di dua area yaitu; (1) penggunaan teknologi yang paling efektif
untuk memenuhi keperluan negara-negara berkembang; dan (20) penggunaan
teknologi yang dari segi sosial dan lingkungan dapat diterima di negara-negara
industri [4].
Perkembangan teknologi masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an guna
percepatan pembangunan. Penggalakan teknologi tepat guna dilakukan melalui
Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD). Pada tahun 130/2003
program terkait teknologi tepat guna masuk melalui Kepmendagri 130/2003 dengan
melalui program Fasilitas Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Pendayagunaan
Teknologi Tepat Guna (TTG) yang bernaung di Ditjen PMD Kemendagri. Meskipun
demikian perkembangan teknologi tepat guna telah dirasakan masyarakat Indonesia
seperti halnya pada tahun 1990-an . Permasalahan alat pemanenan hutan pada saat
itu menawarkan teknologi modern, namun permasalahan yang timbul adalah biaya
operasi dan perawatan tinggi, partisipasi masyarakat lokal hampir tidak ada, dan
kerusakan terhadap lingkungan tinggi. Sehingga pemerintah melalui Departemen
Kehutanan memberikan kebijakan partisipasi masyarakat dalam panen hasil hutan
harus seimbang dengan teknologi yang digunakan, dan kebijakan itu mengarah ke
penggunaan teknologi tepat guna (appropriate
technology). Pengunaan teknologi tepat guna tersebut yaitu Kabel layang
Koller 300, dan gergaji mesin yang digunakan PT Surya Hutani di Kalimantan
Timur . Perkembangan selanjutnya adalah
pengadaan litbang pada tahun 1989, LIPI sebagai Puslitbang Fisika
Terapan-lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mendirikan Balai Besar Pengembangan
Teknologi Tepat Guna B2PTTG yang berkedudukan di Subang ,Jawa Barat. Keberadan
B2PTTG ini didukung oleh United Nations Development Program (UNPD) dan
Pemerintahan Kabupaten Subang. Kemudian sejak 1998 BPTTG berubah status menjadi
Unit Pelaksana Teknis (UPT)BPTTG , dan perkembangan selanjutnya organisasi
tersebut berubah nama menjadi UPT Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat
Guna. Sekarang organisasi ini meningkatkan eselonisasinya dan berubah nama jadi
Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Sampai tahun 2013 telah dihasilkan
Alat Tepat Guna + 100 yang terdokumentasi beberapa jenis .
Salah satu teknologi yang dihasilkan BPTTG yang menolong para UKM
makanan keripik singkong adalah mesin slicer Singkong. Pembuatan mesin slicer singkong ini
didasarkan pada potensi singkong yang menjadi bahan pangan ketiga dengan
produksi + 300 juta ton setelah padi
dan jagung. Selain itu singkong menjadi pilihan UKM makanan karena pembuatannya
mudah dan murah, variasi produk makanan banyak, tahan lamaa, dan laku dikalangan masyarakat. Pembuatan
mesin perajang singkong bertujuan untuk meningkatkan produktivitas UKM keripik
singkong yang selama ini pada proses pengirisan singkong dilakukan manual.
Perkembangan pembuatnnya mesin perajang singkong pertama yang dibuat adalah
mesin perajang yang masih manual (MPS-1) dengan prinsip memutar tuas handle
untuk memutar piringan tempat melekatnya pisau. MPS-1 hanya membantu dalam hal
peningkatan produktivitas tetapi masih membutuhkan tenaga ekstra dalam hal
pengerjaanya. Kemudian inovasi produk dari MPS-1 menjadi mesin perajang
singkong menggunakan penggerak motor listrik 0,5 Hp dengan prinsip kerja
gerakan putar piringan (sentrifugal) dan gerakan maju [5]. Komponen-komponen
mesin perajang singkong adalah motor listrik pengubah energy listrik menjadi
energy gerak yang berfungsi untuk menggerakkan pisau potong, piringan dan pisau
pengiris yang berguna sebagai pemotong dan pisau ini diletakkan dipiringan yang
akan diputar oleh motor listrik, sabuk yang berfungsi untuk untuk menghindari
penggunaan transmisi langsung dengan roda gigi untuk memutar piringan, body
mesin yang terdiri dariplat besi bagian yang bersentuhan langsung dengan bahan
baku dan plat stainless steel bagian
corong pemasukan dan penampungan hasil rajangan, dan rangka mesin yang dibuat
untuk memperkuat struktur mesin secara keseluruhan. Teknologi mesin perajang
singkong adalah alat yang tepat guna bagi UKM makanan keripik singkong untuk
meningkatkan produktivitas, serta mengurangi resiko kerja pada waktu proses
pemotongan. Peluang inovasi teknologi otomasi untuk membantu peningkatan
kinerja mesin dan membantu manusia yang bekerja dalam mengoperasikannya dapat
dikaji untuk diterapkan pada mesin ini.
II.
Mesin Perajang Singkong (Slicer)
Teknologi tepat guna berada
ditingkat tengah antara teknologi modern, dan tradisonal. Teknologi canggih
cenderung bersifat mahal, rumit, dan tidak cocok diadopsi untuk UKM, sedangkan
teknologi sederhana bersifat murah, mudah dan cocok diadopsi untuk UKM. Keuntungan
teknologi tepat guna yaitu biaya operasi murah, perawatan gampang, dampak
lingkungan minimal, tingkat penguasaan rendah, berfokus pada kelas ekonomi
menengah dan bawah, dan cocok untuk negara berkembang. Teknologi tepat guna digunakan unutk
memecahkan permasalahan lokal dan meratakan jalan hidup berkesinambungan, oleh
karena itu prosesnya berjalan dari bawah ke atas (botton up) untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi rakyat akar rumput, bukan proses dari atas ke bawah (top
botton). Teori teknologi tepat guna berasal dari kesadaran masyarakat lokal
dengan biaya dan sumber daya terbatas maka dibutuhkan skill pengembangan alat
untuk mengefisiensikan kerja serta meningkatkan produktivitas. Teknologi tepat
guna itu sendiri harus dapat menjawab tantangan berkelanjutan dan diterima
serta digunakan oleh masyarakat lokal. Kesinambungan mengandung arti peralatan
atau mesin yang digunakan haruslah tersedia secara lokal atau dapat dibuat
lokal.
Mesin slicer singkong merupakan
mesin yang berfungsi sebagai pemotong singkong dalam jumlah banyak dan
kontinyu. Mesin ini menghasilkan potongan singkong berbentuk bagus, tipis dan
seragam, sehingga lebih mudah untuk membuat kreasi produk. Penggunaan mesin ini
di UKM menggantikan proses pemotongan manual menjadi berbasis mesin. Cara
mengoperasikan mesin perajang singkong ini adalah:
1. Pastikan listrik
terhubung dengan baik
2. Colokkan listrik
pada sambungan yang tersedia kemudian menekan tombol on pada mesin
3. Masukkan bahan
baku yang akan dirajang dari corong atas dilanjutkan dengan memasukkan alat
penekan bahan baku dan tekan untuk mendapatkan hasil yang baik
4. Hasil perajangan
dapat diambil dari corong bawah yang sudah dibuat berupa wadah penampungan
Prinsip kerja yang digunakan pada mesin
perajang singkong adalah elektomekanik yang mengkonversi energy listrik menjadi
energy gerak dengan menggunakan motor listrik. Proses kerja motor listrik ,
arus listrik dalam medan magnet akan memberikan gaya, jika kawat yang membawa
arus dibengkokkan menjadi sebuah lingkaran/loop, maka kedua sisi loop, yaitu
pada sudut kanan medan magnet, akan mendapat gaya pada arah yang berlawanan.
Pasangan gaya menghasilkan tenaga putar/torque untuk memutar kumparan. Piringan
yang terdapat pada mesin berbentuk persegi panjang dan didesain tempat pisau
yang ditempelkan dengan baut pengencang. Cara kerja komponen ini ketika
singkong dimasukkan melalui corong atas dan ditekan hingga menyentuh permukaan
pisau berputar oleh piringan yang diputar mesin, sehingga ketika singkong
menyentuh permukaan maka pisau akan mengiris singkong. Penggunaan sabuk pada
mesin slicer memberi keuntungan beban cukup besar dapat ditahan, putaran cukup
tinggi, dan lebih murah biaya manufakturnya. Sedangkan prinsip penggunaan stainless steel pada corong atas dan
bawah agar menghindari karat, dan singkong lebih mudah dimasukkan dan keluar
dari mesin. Desain untuk kapasitas dari produksi mesin perajang beragam. Pada proses pengoperasian untuk
proses pemotongan singkong maka diperlukan paling sedikit dua orang yang
bertugas. Pertama untuk memasukkan dan menekan singkong dari corong atas dan
kedua membersihkan corong bawah ketika sebagian hasil potongan tidak jatuh ke
wadah penampungan.
Keberadaan
teknologi mesin slicer singkong didesain dengan pertimbangan khusus aspek-aspek
lingkungan, budaya, dan sosial-ekonomi masyarakat yang menggunakannya
menunjukkan teknologi ini adalah teknologi tepat guna. Selain itu penggunaan
sumber daya yang berkurang dalam pengerjaan pemotongan singkong yang biasanya
dilakukan beberapa orang, waktu pemotongan lama, serta resiko kerja yang tinggi
jika ingin membuat keripik banyak. Hal lainnya mesin ini ramah lingkungan,
fleksibel dapat dipindahkan , daya serap masyarakat akan penguasaan teknologi
tidak perlu tinggi seperti pengusaan teknologi modern, membantu masyarakat UKM keripik singkong
untuk meningkatkan produktifitas, menekan harga produksi dan meningkatkan daya
saing.\
III. Potensi Otomasi Mesin Slicer
Singkong
Otomasi
adalah optimisasi produksi dan pengiriman barang dan jasa dengan
mengintegrasikan mesin, sistem control, dan teknologi informasi [6]. Otomasi
merupakan penerapan sistem mekanik, elektronika dan sistem berbasis komputer
dengan tujuan pengendalian dan pengoperasian suatu sistem. Otomasi dalam sistem
produksi dapat dikategorikan menjadi sistem manufaktur terotomasi pada lantai
produksi dan sistem penunjang manufaktur berbasis komputer. Otomasi dalam
sistem produksi berupa pemrosesan, perakitan, dan inspeksi, fasilitas yang
diotomasikan adalah pabrik dan peralatan. Otomasi sistem produksi terbagi atas
otomasi tetap dengan karakteristik investasi awal tinggi, laju produksi tinggi,
dan relative kurang fleksibel, otomasi terprogram dengan karakteristik
investasi tinggi, fleksibel terhadap variasi dan konfigurasi produk, cocok
untuk batch produksi, dan otomasi fleksibel dengan karakteristik investasi
tinggi, produksi berkesinambungan, laju produksi menengah dan fleksibel
terhadap rancangan variasi produk. Sedangkan sistem penunjang manufaktur
berbasis komputer yang diotomasikan adalah dalam perancangan, perencanaan, dan
pengendalian manufaktur serta fungsi-fungsi usaha.
Level produksi otomasi jika dilihat dari segi manusia dan sistem yang bekerja maka dapat dikelompokkan menjadi 5 sebagai berikut:
Table 1 Level
of Automation
Alasan-alasan penerapan otomasi
untuk menilai peranan otomasi penting dalam suatu manufaktur adalah sebagai
berikut:
1. Untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja hal ini dikarenakan besarnya output perjam yang
dihasilkan dengan tenaga kerja yang sedikit.
2. Untuk mengurangi
biaya tenaga kerja dikarenakan dengan adanya otomasi maka jumlah tenaga kerja
berkurang sehingga biaya persatuan dapat dikurangi.
3. Untuk
meringankan pengaruh kelangkaan tenaga kerja, hal ini terkhusus untuk negara
maju dimana terdapat perlaihan tenaga kerja operasional menjadi tenaga kerja
jasa (service). Sehinga sulit mencari tenaga kerja, sedangkan untuk negara
berkembang dan miskin yang terjadi adalah pengangguran yang banyak.
4. Untuk mengurangi
tugas-tugas manual dan kasar seperti halnya pekerjaan yang dilakukan secara
berulang-ulang, membosankan, dan kondisi kerja yang menjenuhkan.
5. Untuk
memperbaiki keselamatan kerja dengan cara pekerja yang aktif bekerja dengan
mesin menjadi mesin yang aktif penuh dan manusia hanya mengawasi prose yang
terjadi.
6. Untuk
memperbaiki kualitas produk dengan adanya otomasi, maka keseragaman produk, dan
pendeteksian produk defect diawal, dan keakuratan hasil dengan rancangan dapat
direalisasikan dengan tepat.
7. Pengurangan
waktutunggu (lead-time), pesanan pelanggan dan penyerahan produk dan kelebihan
kompetitif untuk produsen untuk order di masa dating dapat diprediksikan.
8. Untuk melaksanakan
proses-proses yang tidak dapat dilakukan secara manual seperti halnya
pencampuran zat-zat kimia dengan pengukuran yang pasti dan jelas.
9. Untuk
menghindari biaya tinggi karena tiak terotomasi, hal ini dikarenakan banyaknya
variabel cost yang sifatnya tidak dapat diprediksi dimasa yang akan datang jika
tidak adanya ototmasi .
[7]
Otomasi dalam manufaktur tidak harus
semuanya, tetapi dapat dilakukan secara bertahap dari mulai peralatan sampai
lanrai produksi dan sistem penunjang manufakturnnya. Jika dilihat dari
sifat-sifat otomasi maka dalam UKM keripik singkong penerapan otomasi tidak
diperlukan. Hal itu dikarenakan organisasi manufakturnya tidak tergambar dengan
jelas, pelasana hanya rumah tangga, dan industrinya beskala kedaerahan yang
menunjukkan bahwa volume produktivitasnya rendah. Kemudian pelaksanaan otomasi
yang memerlukan investasi tinggi tidak mendukung dengan keadaan UKM-nya. Pelaksaan
UKM berjalan yang paling penting adalah proses produksi kontinu, laku dipasaran
dengan harga yang kompetitif dibandingkan pesaing. Sehingga pelaksanaan otomasi
dalam sistem penunjang proses produksi (manufaktur) tidak cocok dan hamper
tidak memiliki peluang untuk diotomasikan. Tetapi ada peluang otomasi untuk
sistem otomasi manufaktur pada lantai produksi. Hal itu dikarenakan sistem
otomasi manufaktur pada lantai produksi berfokus pada fasilitas dan peralatan.
Peralatan mesin perajang singkong memiliki peluang otomasi dalam peralatannya
yang akan membantu UKM untuk mendapatkan hasil yang lebih produktif . Dalam level otomasi sebenarnya penerapan
teknologi tepat guna mesin perajang singkong merupakan level satu dimana
manusia yang bekerja dan mesin hanya sebagai pembantu kerja manusia. Dalam hal
ini manusia menjadi pusat pelaksanaan dari mulai menghidupkan mesin, memasukkan
bahan baku, dan proses pengeluaran yang diambil dan dipindahkan serta melakukan
inspeksi terhadap kesalahan pemotongan mesin. Mesin bekerja dalam pemotongan
singkong saja dan pekerjaan selanjutnya akan dikerjakan manusia. Sehingga jika
dianalisa dari sistem kerja mesin perajang singkong ini dimana proses yang
berulang-ulang dilakukan adalah memasukkan singkong yang akan di potong ke corong
atas satu-persatu lalu menekannya, membersihkan corong bawah tempat pengeluaran
pada saat proses berlangsung dikarenakan hasil lengket pada stainless steel dan proses pencucian
yang dilakukan setelah pemotongan. Ketiga hal tersebut adalah proses yang
berlangsung berulang-ulang dan dapat didapatkan suatu pola pengotomasian yang
dapat dibuat untuk inovasi mesin perajang singkong tersebut. Proses pengotomasian ini dapat dilaksanakan
karena prinsip understand terhadap proses yang terjadi berulang-ulang dengan
keadaan yag sama untuk proses produksi, simplify
penyederhanaan proses yang ada untuk meningkatkan produktivitas, dan automate proses yang terjadi.
Otomasi yang dapat dilakukan pada
proses pemasukan bertujuan untuk mengurangi kerja yang kurang ergonomis karena
harus memasukkan satu-persatu dan menekan singkong ke dalam corong atas.
Perbaikan otomasi tersebut dapat berupa membuat corong atas lebih besar dan
adanya tutup yang dilengkapi sensor yang mendeteksi jika corong berisi maka
aktuator akan bergerak menekan isi dalam corong ke bawah menuju lubang
pemotongan oleh pisau berputar. Sedangkan otomasi untuk pembersihan corong
bawah dengan menyisipkan alat penyiram dengan air yang bekerja dengan rentan
waktu tertentu, hal ini disesuaikan dengan mesin harus hidup. Otomasi pada
corong bawah dapat dilanjutkan dengan adanya konveyor yang membawa hasil
pemotongan dari corong bawah dan dilanjutkan ke mesin pembersih otomatis.
Integrasi antara kecepatan masukan perlu dilakukan dengan hasil dan keadaan
pembersih otomatis. Ketika mesin pembersih penuh maka sensor akan
mengidentifikasi perubahan, proses pengolahan dan memerintahkan aktuator untuk
mengisi air dan tabung berputar untuk membersihkan, hasil pembersihan akan
tertuang otomatis ke dalam wadah penampungan. Perancangan otomasi kedua yaitu
untuk mengurangi biaya dengan menyatukan proses hasil pemotongan yang langsung
jatuh ke tempat penyucian otomatis kemudian dicuci otomatis dan tertuang ke
wadah penampungan. Sehingga hasil yang diperoleh adalah singkong yang sudah
terpotong dan bersih siap untuk proses berikutnya (penggorengan). Peluang
otomasi tersebut jika diterapkan maka akan lebih memudahkan pekerjaan UKM
singkong dalam pengolahan pembuatan keripik. Otomasi yang dilakukan juga
nantinya tidak mengubah mesin perajang singkong menjadi teknologi canggih,
tetapi akan tetap menjadi teknologi tepat guna karena masih memenuhi kriteria
ramah lingkungan, murah, meningkatkan produktifitas, ramah lingkungan, dan
tidak perlu skill teknologi yang tinggi untuk menguasainya, cukup dengan
pelatihan berupa prosedur pelaksanaan yang benar.
IV.
Kesimpulan
Konsep teknologi tepat guna pertama
dilakukan oleh Mahad Magandi yang memanfaatkan teknologi lokal unutk
memandirikan kehidupan desa. Kemudian Scumacher membuat gerakan ide “intermediate technology” sehingga dia
terkenal sebagai pengagas tekmologi tepat guna. Teknologi tepat guna merupakan
teknologi yang menjembatani antara teknologi modern dengan sistem tradisional
yang mudah diserap masyarakat sekitar. Di Indonesia teknologi tepat guna
dikembangkan di Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna dan telah menghasilkan
banyak ATG. Salah satunya adalah mesin perajang singkong (slicer) yang membantu
para UKM singkong untuk memotong singkong lebih cepat dan seragam. Prinsip kerjanya
adalah dengan memanfaatkan elektromekanik yang menggunakan motor listrik untuk
mengubah energy listrik menjadi energy mekanik . Pemanfaatan teknologi otomasi
dapat diadopsi oleh mesin pemotong singkong ini dalam hal penyempuranaan
peralatan dan juga mengurangi kerja memasukkan singkong kemudian menekan di
corong atas, membersihkan corong bawah serta membersihkan yang dilakukan secara
berulang. Otomasi yang dilakukan akan meningkatkan produktifitas dan mengurangi
resiko kerja.
Referensi
[1] Keputusan
Menteri Dalam Negeri : Otonomi Daerah
No. 4 Tahun 2001. Pasal 1. Tentang Penerapan
TTG
[2] ‘Teknologi Tepat Guna’, Latar belakang dan defenisi, wiki
article, august 6 2014, accessed 5 october
[3] Andriana,
Y 2013,’ Sejarah dan defenisi
teknologi tepat guna’, Teknologi tepat
guna Indonesia ,
weblog, accessed 6 october 2014,<http://teknologitepatgunaindonesia.blogspot.com/>
[4] Mahlinda,’Pengembangan
teknologi tepat guna untuk pemberdayaan usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM)’,Empowerment, accessed 6 october 2014
<
http://bappeda.acehprov.go.id/v2/file/journal/Isi%20jurnal_%20Mahlinda.pdf>
[5] Adenrudal,
2013,’Tugas akhir TM (Mesin perajang singkong’ , wordpress, accessed 6 october
2014,
<http://adenrudal10.wordpress.com/2013/01/23/tugas-akhir-tm-mesin-perajang-singkong/>
[6]’Teknik
Otomasi’, Teknik otomasi, wiki
article, august 7 2013, accessed 5 october 2014
<
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik_otomasi>
[7] Groover,MP, 2001, Automation,Production Systems, and Computer-Integrated
Manufacturing, edisi
2, Precintice Hall Inc, Upper Saddle
River, Terjemahan I.K.Gunarta & B.Arthaya, 2005, Jilid 1, Guna
Widya, Surabaya